Tashdiq merupakan parameter terlemah dari
keimanan seseorang. Ketika seseorang sudah ber-Tashdiq, artinya ia telah
membenarkan aturan Allah secara mutlak. Membenarkan segala aturan Allah tanpa
keraguan. Salah satu kisah yang menggambarkan sifat tashdiq ini adalah kisah
tentang abu bakar r.a. yang membenarkan dengan yakin tanpa keraguan peristiwa
isro’ mi’roj yang dialami rasulullah. Jujur juga merupakan bagiandari tashdiq,
dengan jujur berarti kita telah menempatkan kebenaran diatas kebaikan. Jujur
disini, bukan melulu tentang perkataan dan perbuatan terhadap orang lain,
melainkan jujur terhadap hati dan diri kita sendiri. Sebagai contoh, suatu hari
di suatu madrasah sedang diadakan ujian, lalu semua siswa mulai mengerjakan
ujian, ditengah tengah ujian ternyata salah seorang siswa ketahuan menyontek
oleh sang guru. Tidak marah, sang guru bertanya “bagaimana perasaanmu jika
nilaimu yang kau dapat dari mencontek ini masuk ke raport?” siswa itu hanya
diam. Sang guru kembali bertanya “bagaimana jika nilaimu yang masuk ke raport
ini kau gunakan untuk melamar pekerjaan?”, siswa itu kembali hanya diam.
“bagaimana jika dengan nilai hasil mencontekmu ini kau berhasil mendapat
pekerjaan?”, siswa itu mulai bergeming. Sang guru menambahkan, “lalu bagaimana
perasaanmu jika kau berhasil mendapatkan uang dari pekerjaanmu itu, lalu kau
berikan untuk menafkahi keluargamu?”. Tanpa banyak bicara siswa itu meminta
maaf kepada sang guru, lalu dia memohon ampun kepada Allah swt. Dari kisah
tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwasannya dengan berbuat satu perbuatan
tidak jujur maka kita telah membuat jalan yang akan melewati perbuatan
perbuatan tidak jujur lainnya. Hal ini bukan hanya tentang perbuatan tidak
jujur kepada orang lain namun juga diri kita sendiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar