Assalamualaikum 😊
Sebentar lagi kita akan meninggalkan bulan Ramadhan dan
menyambut Hari Raya 'Iedul Fitri. Perayaan lebaran (’Iedul Fitri) yang akan
kita laksanakan, sudah sesuaikah dengan perintah Allah dan Rasul-Nya? Atau
malah kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya, dengan
sekedar ikut-ikutan kebanyakan manusia? Yuk kita simak bahasan berikut.
▪Apa itu idul fitri?
Kata “Ied” menurut bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang
kembali berulang-ulang, baik dari sisi waktu atau tempatnya. Dinamakan “Al
‘Ied” karena pada hari tersebut Allah memiliki berbagai macam kebaikan yang
diberikan kembali untuk hamba-hambaNya.
Adapun dari sisi syar’i, terdapat hadits yang menerangkan
bahwa Iedul Fitri adalah hari dimana kaum muslimin kembali berbuka puasa.
Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi
shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Puasa itu adalah hari di mana
kalian berpuasa, dan (’iedul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian
berbuka…’” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih).
Oleh karena itu, makna dari “Iedul Fitri” adalah kembali
berbuka (setelah sebelumnya berpuasa).
▪Berhari raya sesuai tuntunan Rasulullah
Ibadah tidak terlepas dari dua hal, yaitu:
(1) Ikhlas ditujukan hanya untuk Allah semata,
(2) Sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Apa saja sunnah Rasullah terkait Hari Raya?
1. Mandi Sebelum ‘Ied.
Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya ‘idul Fitri
ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan mandi.”
2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri.
Disunnahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan
memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak.
Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju
yang mewah dan menggunakan minyak wangi.
3. Makan sebelum sholat 'Iedul Fitri.
Hal ini berdasarkan hadits dari Buroidah, bahwa beliau
berkata: “Rasulullah dahulu tidak keluar (berangkat) pada saat Iedul Fitri
sampai beliau makan dan pada Iedul Adha tidak makan sampai beliau kembali, lalu
beliau makan dari sembelihan kurbannya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, sanadnya
hasan).
4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang
dari sholat ‘Ied.
“Rosululloh membedakan jalan (saat berangkat dan pulang)
saat iedul fitri.” (HR. Al Bukhori). Diantara hikmahnya adalah agar orang-orang
yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam kepada orang-orang yang tinggal
disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan memperlihatkan syi’ar islam.
5. Bertakbir.
Disunnahkan bertakbir saat berjalan menuju tanah lapang,
karena sesungguhnya Nabi apabila berangkat saat Iedul Fitri, beliau bertakbir
hingga ke tanah lapang, dan sampai dilaksanakan sholat, jika telah selesai
sholat, beliau berhenti bertakbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang
shohih).
Diperbolehkan saling mengucapkan selamat tatkala ‘Iedul
Fitri dengan “taqobbalalloohu minnaa wa minkum” (Semoga Allah menerima amal
kita dan amal kalian) atau dengan “a’aadahulloohu ‘alainaa wa ‘alaika bil
khoiroot war rohmah” (Semoga Allah membalasnya bagi kita dan kalian dengan
kebaikan dan rahmat) sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat.
▪Sholat 'Ied
1. Dasar disyari’atkannya:
QS. Al Kautsar ayat 2, dan hadits dari Ibnu Abbas, beliau
berkata, “Aku ikut melaksanakan sholat ‘Ied bersama Rasulullah, Abu Bakar dan
Umar, mereka mengerjakan sholat ‘Ied sebelum khutbah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
2. Hukum sholat ‘Ied:
Fardhu ‘Ain, menurut pendapat terkuat.
3. Waktu sholat ‘Ied:
Antara terbit matahari setinggi tombak sampai tergelincirnya
matahari (waktu Dhuha), menurut kebanyakan ulama.
4. Tempat dilaksanakan:
Disunnahkan di tanah lapang di luar perkampungan
(berdasarkan perbuatan Nabi), jika terdapat udzur dibolehkan di masjid
(berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Tholib).
5. Tata cara sholat ‘Ied:
Dua roka’at berjama’ah, dengan tujuh takbir di roka’at
pertama (selain takbirotul ihrom) dan lima takbir di roka’at kedua (selain
takbir intiqol -takbir berpindah dari rukun yang satu ke rukun yang lain).
6. Adzan dan iqomah pada sholat ‘Ied:
Tidak ada adzan dan iqomah, atau seruan apapun sebelum
dilaksanakan sholat karena tidak adanya dalil untuk hal tersebut.
7. Khutbah pada sholat ‘Ied:
Satu kali khutbah tanpa diselingi dengan duduk, menurut
pendapat yang terkuat.
8. Qodho’ sholat ‘Ied jika terluput:
Tidak perlu meng-qodho’, menurut pendapat yang terkuat.
Selengkapnya:
• http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/bimbingan-idul-fitri.html
• http://muslimah.or.id/fikih/berhari-raya-sesuai-tuntunan-rasulullah.html
• http://muslim.or.id/ucapan-selamat-pada-hari-raya-idul-fitri.html
Kammus FKG UGM
#BersamaMerajutUkhuwah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar